Audit
kinerja yang meliputi audit ekonomi, efisiensi dan efektifitas pada
dasarnya merupakan perluasan dari audit konvensional (conventional
audit) yang meliputi audit ketaatan dan audit keuangan. Salah satu hal
yang membedakan audit kinerja dan audit konvensional adalah dalam hal
laporan audit.
Dalam
audit konvensional, hasil audit adalah berupa pendapat (opini) auditor
secara independen dan obyektif tentang kewajaran laporan keuangan sesuai
dengan kriteria standar yang telah ditetapkan, tanpa pemberian
rekomendasi perbaikan. Sedangkan dalam audit kinerja, tidak hanya
memberikan kesimpulan mengenai atau berdasarkan tahapan audit yang telah
dilakukan, akan tetapi juga dilengkapi dengan rekomendasi untuk
perbaikan dimasa mendatang. Audit terhadap kinerja manajemen dan
mengomentari mengenai bagaimana mereka melaksanakan kewajiban mereka
secara ekonomis, efisien dan efektif bukanlah merupakan topik yang baru
sekarang ini, namun sampai sekarang hasil dari audit kinerja ini selalu
disimpan dan dianggap hanya sebagai dalam pertimbangan organisasi saja.
Tumbuhnya
rasa tidak puas dan adanya tuntutan yang meningkat terhadap
akuntabilitas manajemen dari perusahaan publik mengakibatkan perlunya
mempertimbangkan kemungkinan audit kinerja sebagai sebuah mandatori.
Secara
tradisional audit kinerja telah dilakukan melalui audit internal suatu
departemen dari suatu entitas. Hasil audit ini hanya disimpan oleh
entitas tersebut tanpa ada tindakan lebih lanjut. Auditor internal
diminta untuk mereview sebuah area dari suatu entitas dan melaporkannya
kembali pada manajemen mengenai seberapa ekonomis, efisien dan efektif
wilayah tersebut dikelola selama periode yang diperiksa. Manajemen
sepertinya enggan untuk mengungkapkan hasil tersebut pada anggota dari
entitas tersebut atau pada masyarakat umum. Hal ini menjadi pertanyaan
besar, seharusnya hasil atau kesimpulan yang diperoleh dari audit ini
disampaikan atau diungkapkan pada orang-orang yang berkepentingan dan
juga pada masyarakat umum, sehingga mereka dapat menilai bagaimana
kinerja dari manajemen tersebut.
TREND TERKINI DALAM AUDITING
Auditing
merupakan profesi dan seperti halnya profesi lain, ia dinamis tidak
statis. Ia akan berkembang dan menyesuaikan dirinya dengan kebutuhan
pemakai dari profesi tersebut. Saat ini ketidakpuasan terhadap hasil
audit laporan keuangan terjadi dimana-mana, bahkan di negara maju
sekalipun, sehingga terjadi apa yang disebut dengan “expectation gap”
yakni perbedaan antara apa yang dilakukan oleh auditor dan apa yang
diinginkan oleh pemakai laporan audit. Hal ini terjadi karena audit
laporan keuangan oleh auditor hanya mengungkapkan opini atas
rekening-rekening dari laporan keuangan saja. Padahal pemakai informasi
laporan keuangan ingin terjamin bahwa rekening yang diaudit akurat,
wajar, tidak ada kecurangan dan dapat digunakan untuk proyeksi masa
depan.
Blair (1990) memperjelas
fungsi yang tidak dilakukan oleh audit, yakni audit tidak merupakan
jaminan dari kelangsungan perusahaan di masa depan. Hasil audit bukan
merupakan pendapat atas ekonomis, efisiensi atau efektivitas yang
dilakukan manajemen, tidak juga menjamin bahwa tidak ada fraud atau
pelanggaran aturan. Komentar ini sangat menarik, karena merupakan
cerminan dari harapan publik bagaimana seharusnya jasa akuntansi
dilakukan. Saat ini muncul keinginan dari sebagian pemakai informasi
laporan keuangan bahwa seorang akuntan seharusnya berkomentar atas
kinerja manajemen selama periode amatan, seperti halnya pelaporan untuk
akurasi laporan keuangan dari perusahaan tersebut.
PENGERTIAN AUDIT OPERASIONAL
Audit
Operasional adalah proses yang sistematis untuk mengevaluasi efisiensi
dan efektivitas kegiatan suatu organisasi dalam prosesnya untuk mencapai
tujuan organisasi tersebut, dan keekonomisan operasi organisasi yang
berada dalam pengendalian manjemen serta melaporkan kepada orang-orang
yang tepat atas hasil-hasil evaluasi tersebut beserta rekomendasi untuk
perbaikan.
- Proses yang sistematis
Seperti
dalam audit laporan keuangan, audit operasional menyangkut serangkaian
langkah atau prosedur yang logis, terstruktur, dan terorganisasi. Aspek
ini meliputi perencanaan yang baik, serta perolehan dan evaluasi secara
objektif bukti yang berkaitan dengan aktivitas yang diaudit.
- Mengevaluasi operasi organisasi
Evaluasi
atas operasi ini harus didasarkan pada beberapa kriteria yang
ditetapkan dan disepakati. Dalam auditing operasional, kriteria
seringkali dinyatakan dalam bentuk standar kinerja yang ditetapkan oleh
manajemen. Namun, dalam beberapa kasus, standar itu mungkin ditetapkan
oleh suatu badan pemerintahan atau oleh industri. Kriteria ini
seringkali didefinisikan kurang jelas bila dibandingkan dengan kriteria
yang digunakan dalam audit atas laporan keuangan. Audit operasional
mengukur derajat kesesuaian antara kinerja aktual dan kriterianya.
- Efisiensi, efektivitas, dan ekonomis
Efisiensi
digunakan untuk menilai sebaik apakah pemakaian sumber daya suatu
organisasi yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
sedangkan efektivitas digunakan untuk menilai seberapa baik
kebijakan-kebijakan organisasi tersebut untuk mencapai tujuan. Efisiensi
dan efektivitas merupakan dua hal yang saling berkaitan erat satu
dengan lainnya, bisa saja suatu kebijakan organisasi itu sangat efisien
akan tetapi tidak efektif begitupun sebaliknya. Ekonomis maksudnya
memperoleh kualitas dan kuantitas sumber daya fisik dan manusia yang
layak pada waktu yang layak dan biaya yang rendah.
- Melaporkan kepada orang-orang yang tepat
Auditor
internal biasanya melapor ke manajemen atau individu atau badan yang
meminta audit tentang seberapa efisien, efektif atau ekonomis suatu
bagian atau program kerja yang telah dilaksanakan. Hasil temuan dari
audit kinerja ini sangat jarang sekali diungkapkan ke seluruh bagian
organisasi apa lagi ke masyarakat umum. Padahal hasil audit ini bisa
jadi sangat dibutuhkan oleh pihak-pihak selain manajemen, misalnya
masyarakat luas yang langsung atau tidak langsung berhubungan dengan
perusahaan tersebut. Sedangkan dewan komisaris atau komite audit adalah
pihak yang menerima salinan laporan audit operasional.
- Rekomendasi perbaikan (Sesuai standar Pelaporan Ketiga dalam Standar Pelaporan Audit Kinerja)
Hasil
dari audit operasional bisa berupa rekomendasi yang sangat berguna bagi
pihak manajemen untuk menentukan dan menilai kebijakan-kebijakan dan
kegiatan perusahaan apakah sudah tepat waktu atau memerlukan perbaikan
sehingga akan berpengaruh pada kelangsungan hidup perusahaan.
MANFAAT AUDIT OPERASIONAL
Laporan
audit manajemen dapat dijadikan sebagai informasi pelengkap dari laporan
keuangan perusahaan. Ada beberapa manfaat yang bisa diperoleh jika
laporan audit kinerja ini menjadi wajib disediakan oleh perusahaan.
- Penyelenggaran perusahaan akan makin transparan sehingga pihak luar perusahaan dapat mengikuti perkembangan perusahaan dengan lebih baik.
- Audit manajemen akan memicu perusahaan untuk berhati-hati dalam mengelola perusahaan.
- Kepentingan masyarakat (terutama investor) makin terlindungi sehingga iklim investasi dan usaha akan makin kondusif.
KETERBATASAN AUDIT OPERASIONAL
Menurut Nugroho Widjayanto (1985:23-24) ada beberapa keterbatasan audit operasional:
1. Waktu
Waktu
menjadi factor yang sangat membatasi, karena auditor harus memberikan
informasi kepada manajemen secara cepat atau setidaknya tepat waktu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Sebaiknya audit operasional
dilakukan secara teratur untuk menjamin bahwa permasalahan yang penting
tidak menjadi kronis dalam perusahaan.
2. Keahlian auditor
Kurangnya
pengetahuan banyak dikeluhkan para auditor operasional karea tidak
mungkin bagi seorang auditor mengetahui dan menguasai berbagai disiplin
bisnis. Auditor operational hanya lebih ahli dalam bidang audit daripada
dalam bidang bisnis.
3. Biaya
Biaya
juga merupakan salah satu factor pembatas, karena itu tentu saja biaya
audit harus lebih kecil dari jumlah yang dapat dihemat. Oleh karena itu,
auditor harus mengabaikan masalah kecil yang mungkin dapat memakan
biaya jika diselidiki lebih lanjut.
TAHAP-TAHAP AUDIT OPERASIONAL
1. Memilih auditee
Seperti
pada banyak aktivitas lainnya dalam suatu entitas, audit operasional
biasnya terkena kendala anggaran atau kehemaatan. Oleh karena itu,
sumber daya untuk audit operasional harus digunakan dengan
sebaik-baiknya. Pemilihan auditee dimulai dengan studi atau survey
pendahuluan terhadap calon-calon auditee dalam entitas untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mempunyai potensi audit tertinggi
dilihat dari segi perbaikan efektivitas, efisiensi, dan kehematan
operasi. Pada intinya, studi pendahuluan merupakan proses penyaringan
yang aka menghasilkan peringkat dari calon auditee. Titik awal dari
studi pendahuluan ini adalah memperoleh pemahaman yang komprehensif
mengenai struktur organisasional entitas serta karakteristik operasinya.
Selain itu, auditor juga harus memahami industri tempat entitas
beroperasi serta sifat dan luas peraturan pemerintah yang berlaku.
Selanjutnya, perhatian difokuskan pada aktivitas, unit, atau fungsi yang
akan diaudit. Pemahaman tentang calon auditee diperoleh dengan:
- mereview data arsip latar belakang setiap auditee
- meninjau fasilitas auditee untuk memastikan bagaimana auditee mencapai tujuannya
- mempelajari dokumentasi yang relevan tentang operasi auditee seperti buku petunjuk kebijakan dan prosedur, bagan arus, standar kinerja dan pengendalian mutu, serta deskripsi tugas
- mewawancarai manajer aktivitas tersebut mengenai bidang-bidang permasalahan tertentu (sering kali disebut entry interview)
- menerapkan prosedur analitis untuk mengidentifikasi trend atau hubungan yang tidak biasa
- melakukan pemeriksaan (atau pengujian) audit mini untuk menegaskan atau menjernihkan pemahaman auditor tentang masalah yang potensial
Pemahaman
auditor mengenai setiap auditee harus didokumentasikan melalui
kuesioner yang sudah diisi dengan lengkap, bagan arus, dan catatan
naratif.
Berdasarkan
pemahaman ini, auditor menyiapkan suatu laporan atau memorandum studi
pendahuluan, yang mengikhtisarkan semua temuan dan mencantumkan
rekomendasi mengenai auditee yang harus diaudit. Laporan ini hanya
digunakan oleh departemen auditing internal dan tidak ditujukan untuk
manajemen.
2. Merencanakan audit
Perencanaan
audit yang cermat sangat penting baik bagi efektivitas maupun efisiensi
audit operasional. Perencanaan terutama penting dalam jenis audit ini
karena sangat beragamnya audit operasional. Landasan utama dari
perencanaan audit adalah pengembangan program audit, yang harus dibuat
sesuai dengan keadaan auditee yang ditemui pada tahap studi pendahuluan
audit. Seperti dalam audit laporan keuangan, program audit berisi
seperangkat prosedur yang dirancang untuk memperoleh bukti yang
berkaitan dengan satu atau lebih tujuan. Bukti yang diperiksa biasanya
didasarkan pada sampel data. Jadi, dalam perencanaan audit gharus
dipertimbangkan penggunaan teknik-teknik sampling statistik. Disamping
itu, auditor juga harus mengetahui apakah teknik-teknik berbantuan
komputer (computer assisted techniques) akan efisien dari segi biaya.
Perencanaan
audit juga mencakup pemilihan tim audit dan penjadwalan pekerjaan. Tim
audit ini harus terdiri dari auditor yang memiliki kemampuan teknis yang
diperlukan untuk memenuhi tujuan audit. Pekerjaan harus dijadwalkan
melalui konsultasi dengan auditee agar ada kerja sama maksimum dari
personil auditee selama audit.
3. Melaksanakan audit
Selama
melaksanakan audit, auditor secara ekstensif mencari fakta-fakta yang
berhubungan dengan masalah yang teridentifikasi dalam auditee selama
studi pendahuluan. Pelaksanaan audit adalah tahap audit yang paling
memakan waktu dalam audit operasional. Tahap ini sering kali disebut
sebagai melakukan audi yang mendalam (in-depth audit).
Dalam
suatu audit operasional, auditor sangat mengandalkan pada pengajuan
pertanyaan dan pengamatan. Pendekatan yang biasa dilakukan adalah
mengembangkan kuesioner untuk auditee dan menggunakannya sebagai dasar
untuk mewawancarai personil auditee. Dari pengajuan pertanyaan, auditor
berharap akan memperoleh pendapat, komentar, dan usulan tentang
pemecahan masalah. Wawancara yang efektif sangat penting dalam audit
operasional. Melalui pengamatan terhadap personil auditee, auditor akan
mendeteksi inefisiensi dan kondisi lainnya yang ikut menyebabkan masalah
ini.
Auditor
juga harus menggunakan analisis dalam audit operasional. Untuk tujuan
ini, analisis itu harus melibatkan studi dan pengukuran kinerja akrual
dalam hubungannya dengan kriteria tertentu. Kriteria ini dapat
dikembangkan secara internal oleh entitas seperti sasaran produktivitas
dan anggaran yang ditetapkan atau, kriteria ini dapat berasal dari luar
entitas berupa standar industri atau diturunkan oleh auditor dari
audit-audit sebelumnya atas aktivitas yang serupa. Analisis ini dapat
memberikan dasar untuk menentukan sejauh mana auditee memenuhi tujuan
yang ditetapkan.
Pekerjaan
yang dilakukan, temuan, dan rekomendasi harus didokumentasikan dalam
kertas kerja. seperti dalam audit laporan keuangan, kertas kerja
merupakan pendukung utama laporan auditor. Auditor menanggung jawab
(in-charge) biasanya bertanggung jawab untuk mereview kertas kerja baik
selama maupun pada saat selesainya pemeriksaan. Review selama audit
berguna dalam memantau kemajuan, sedangkan review pada akhir audit
memastikan kualitas pekerjaan secara keseluruhan.
4. Melaporkan temuan kepada manajemen
Auditing
operasional serupa dengan jenis-jenis auditing lainnya karena produk
akhir dari audit ini adalah laporan audit. Akan tetapi, ada banyak
situasi unik yang berkaitan dengan pelaporan dalam audit operasional.
Misalnya, berlawanan dengan bahasa standar yang terdapat pada laporan
auditor dalam audit atas laporan keuangan, bahasa laporan dalam audit
operasional bervariasi untuk setiap auditee. Laporan itu harus memuat:
- suatu pernyataan tentang tujuan dan ruang lingkup audit
- uraian umum mengenai pekerjaan yang dilakukan dalam audit
- ikhtisar temuan-temuan
- rekomendasi perbaikan
- komentar auditee
Konsep
laporan ini biasanya dibuat oleh auditor penanggung jawab. Konsep
tersebut kemudian dibahas dengan manajer unit yang diaudit. Pembahasan
ini memenuhi beberapa tujuan yang penting: (1) memberi auditor peluang
untuk menguji akurasi temuan serta ketpatan rekomendasi, dan (2)
memungkinkan auditor mendapatkan komentar auditee untuk dimasukkan dalam
laporan. Konsep awal ini selanjutnya direvisi sesuai keperluan,
sehingga konsep final dapat disiapkan.
Dalam
beberapa kasus, rekomendasi yang diberikan mungkin hanya menyarankan
perlunya studi lebih lanjut atas masalah yang dihadapi. Pencantuman
komentar auditee adalah bersifat opsional. biasanya, komentar itu hanya
disertakan apabila auditee tidak menyetujui temuan dan rekomendasi.
Temuan
auditor pada dasarnya menghasilkan kritik yang konstruktif. Pada saat
menulis laporan, auditor harus sensitif terhadap reaksi penerima. Jika
bahasanya tidak terlalu menyerang, maka tanggapan penerima laporan
kemungkina besar akan lebih positif. Biasanya, salinan laporan auditing
operasional dikirimkan kepada manajemen senior dan kepada komite audit.
Jika laporannya panjang serta terinci, maka laporan itu bisa dimulai
dengan suatu ikhtisar lengkap (executive summary) mengenai temuan dan
rekomendasi.
5. Melakukan tindak lanjut
Tahap
terakhir atau tahap tindak lanjut (follow-up phase) dalam audit
operasional adalah tahap bagi auditor untuk menindaklanjuti tanggapan
auditee terhadap laporan audit. Idealnya, kebijakan entitas sebaiknya
mengharuskan manajer unit yang diaudit untuk melaporkan secara tertulis
selama periode waktu yang ditetapkan. Akan tetapi, tindak lanjut ini
juga harus mencakup penentuan kelayakan tindakan yang diambil oleh
auditee dalam mengimplementasikan rekomendasi. Standar praktik 440 IIA
menyatakan bahwa auditor internal harus menindaklanjuti untuk memastikan
bahwa tindakan yang tepat telah diambil berdasarkan temuan yang
dilaporkan. Kegagalan auditor untuk menerima tanggapan yang tepat harus
dikomunikasikan kepada manajemen senior.
STANDAR AUDIT OPERASIONAL
A. Standar Umum
1. Standar Umum Pertama (Persyaratan Kemampuan atau Keahlihan)
“Staf
yang ditugasi untuk melaksanakan audit harus secara kolektif memiliki
kecakapan profesional yang memadai untuk tugas yang disyaratkan”
Dengan
standar ini, semua organisasi atau lembaga audit bertanggung jawab
bahwa setiap audit dilaksanakan oleh staf yang secara kolektif memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk tugas audit tersebut.
Staf tersebut harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang audit
pemerintahan, tentang keadaan khas yang diaudit, serta kaitannya dengan
sifat dari jenis yang dilaksanakan.
2. Standar Umum Kedua (Independensi)
“Dalam
semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan audit, organisasi atau lembaga
audit dan auditor baik pemerintah maupun akuntan public, harus
independen (secara organisasi maupun secara pribadi), bebas dari
gangguan ilndependensi yang bersifat pribadi dan yang dari luar
pribadinya ekstern), yang dapat mempengaruhi independensinya, serta
harus dapat mempertahankan sikap dan penampilan yang independen”
Dengan
standar umum kedua ini, organisasi atau lembaga audit dan para
auditornya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya
sedemikian rupa, sehingga pendapat, kesimpulan, pertimbangan atau
rekomendasi dari audit dipandang tidak memihak oleh pihak ketiga yang
memiliki pengetahuan mengenai hal itu.
3. Standar Umum Ketiga (Penggunaan Kemahiran Secara Cermat dan Seksama)
“Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama”
4. Standar Umum Keempat (Pengendalian Mutu)
“Setiap
organisasi atau lembaga audit yang melaksanakan audit berdasarkan SAP
ini harus memiliki system pengendalian intern yang memadai, dan system
pengendalian mutu tersebut harus direview oleh pihak lain yang kompeten
(pengendalian mutu ekstern)”
B. Standar Pekerjaan Lapangan Audit Kinerja
1. Standar Pekerjaan Lapangan Pertama (Perencanaan)
“Pekerjaan harus direncanakan secara memadai”
Dalam
merencanakan pemeriksaan, pemeriksa harus mendefinisikan tujuan
pemeriksaan, dan lingkup serta metodologi pemeriksaan untuk mencapai
tujuan pemeriksaan tersebut. Tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan
tidak ditentukan secara terpisah. Pemeriksa menentukan ketiga elemen
ini secara bersama-sama. Perencanaan merupakan proses yang
berkesinambungan selama pemeriksaan. Oleh sebab itu, pemeriksaan harus
mempertimbangkan untuk membuat penyesuaian pada tujuan, lingkup dan
metodologi pemeriksaan selama pemeriksaan dilakukan.
2. Standar Pekerjaan Lapangan Kedua (Supervisi)
“Staf harus diawasi(disupervisi) dengan baik”
Supervisi
mencakup pengarahan kegiatan pemeriksa dan pihak lain (seperti tenaga
ahli yang terlibat dalam pemeriksaan) agar tujuan pemeriksaan dapat
dicapai. Unsur supervisi meliputi pemberian instruksi kepada staf,
pemberian informasi mutakhir tentang masalah signifikan yang dihadapi,
pelaksanaan reviu atas pekerjaan yang dilakukan, dan pemberian pelatihan
kerja lapangan (on the job training) yang efektif. Supervisor
harus yakin bahwa staf benar-benar memahami mengenai pekerjaan
pemeriksaan yang harus dilakukan, mengapa pekerjaan tersebut harus
dilakukan, dan apa yang diharapkan akan dicapai. Bagi staf yang
berpengalaman, supervisor dapat memberikan pokok-pokok mengenai lingkup
pekerjaan pemeriksaan dan menyerahkan rinciannya kepada staf tersebut.
Bagi staf yang kurang berpengalaman, supervisor harus memberikan
pengarahan mengenai teknik menganalisis dan cara mengumpulkan data.
3. Standar Pekerjaan Lapangan Ketiga
Pernyataan standar pelaksanaan ketiga adalah: “Bukti yang cukup, kompeten, dan relevan harus diperoleh untuk menjadi dasar yang memadai bagi temuan dan rekomendasi pemeriksa”.
Dalam
mengidentifikasikan sumber-sumber data potensial yang dapat digunakan
sebagai bukti pemeriksaan, pemeriksa harus mempertimbangkan validitas
dan keandalan data tersebut, termasuk data yang dikumpulkan oleh entitas
yang diperiksa, data yang disusun oleh pemeriksa, atau data yang
diberikan oleh pihak-pihak ketiga. Demikian juga halnya dengan kecukupan
dan relevansi bukti-bukti tersebut.
4. Standar Pekerjaan Lapangan Keempat (Dokumentasi Pemeriksaan)
Pernyataan
standar pelaksanaan keempat adalah: “Pemeriksa harus mempersiapkan dan
memelihara dokumen pemeriksaan dalam bentuk kertas kerja pemeriksaan.
Dokumen pemeriksaan yang berkaitan dengan perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan pemeriksaan harus berisi informasi yang cukup untuk
memungkinkan pemeriksa yang berpengalaman tetapi tidak mempunyai
hubungan dengan pemeriksaan tersebut dapat memastikan bahwa dokumen
pemeriksaan tersebut dapat menjadi bukti yang mendukung temuan,
simpulan, dan rekomendasi pemeriksa”
C. Standar Pelaporan Audit Kinerja
1. Standar Pelaporan Pertama (Bentuk)
“Auditor harus membuat laporan audit secara tertulis untuk dapat mengkomunikasikan hasil setiap audit”
Kebutuhan
untuk melaksanakan pertanggungjawaban tentang program pemerintahan
menghendaki bahwa laporan audit disajikan dalam bentuk tertulis. Laporan
tertulis berfungsi untuk:
- mengkomunikasikan hasil audit kepada pejabat pemerintah, yang berwenang berdasar peraturan perundang-undangan yang berlaku,
- membuat hasil audit terhindar dari kesalahpahaman,
- membuat hasl audit sebagai bahan untuk tindakan perbaikan oleh instansi terkait,
- memudahkan tindak lanjut untuk menentukan apakah tindakan perbaikan yang semestinya telah dilakukan
2. Standar Pelaporan Kedua (Isi Laporan)
Pernyataan standar pelaporan kedua adalah: “Laporan hasil pemeriksaan harus mencakup”:
- pernyataan bahwa pemeriksaan dilakukan sesuai dengan Standar Pemeriksaan
- tujuan, lingkup, dan metodologi pemeriksaan
- hasil pemeriksaan berupa temuan pemeriksaan, simpulan, dan rekomendasi
- tanggapan pejabat yang bertanggung jawab atas hasil pemeriksaan
- pelaporan informasi rahasia (apabila ada)
3. Standar Pelaporan Ketiga
Pernyataan standar pelaporan ketiga adalah: “Laporan hasilpemeriksaan harus tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, serta jelas, dan seringkas mungkin”.
4. Standar Pelaporan Keempat (Penerbitan dan Pendistribusian Laporan Hasil Pemeriksaan)
Pernyataan standar pelaporan keempat adalah: “Laporan
hasil pemeriksaan diserahkan kepada lembaga perwakilan, entitas yang
diperiksa, pihak yang mempunyai kewenangan untuk mengatur entitas yang
diperiksa, pihak yang bertanggung jawab untuk melakukan tindak lanjut
hasil pemeriksaan, dan kepada pihak lain yang diberi wewenang untuk
menerima laporan hasil pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
Hubungan Audit Operasional dalam Menunjang Efektivitas Sistem Pengendalian Intern
Peranan
audit operasional dalam menunjang system pengendalian intern adalah
audit operasional dapat mengetahui efektivitas dan efisiensi akan suatu
system pengendalian intern pada suatu fungsi (misal fungsi penjualan)
dari suatu perusahaan. Seperti telah dijelaskan diatas, tujuan audit
operasional itu sendiri adalah memberikan penilaian terhadap efisiensi
dan efektivitas serta keekonomisan dari suatu bagian operasional
perusahaan yang merupakan akibat yang diharapkan dari system
pengendalian intern yang baik.
Hubungan
ini juga dapat dilihat dari pernyataan Abdul Halim (2003:198) mengenai
beberapa konsep dasar dari Sistem Pengendalian Intern, yaitu :
“Sistem
Pengendalian Intern diharapkan dapat mencapai tujuan audit, baik audit
keuangan, audit operasional maupun audit kepatuhan serta Sistem
Pengendalian Intern tidak dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang
mutlak dimana setiap Sistem Pengendalian Intern pasti mempunyai
kelemahan”.
CONTOH KASUS :
Unibank
Untuk
melihat bahwa laporan keuangan seringkali misleading untuk menilai
keadaan suatu perusahaan, dapat dilihat dari fakta penutupan Bank
Unibank. Bank yang berdiri sejak tahun 1967 tersebut pada Maret 1999
oleh Bank Indonesia dimasukkan ke dalam bank kategori A. Bank ini telah
memenuhi Ratio Kecukupan Modal (CAR) yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia. Pada tahun 1997 bank ini mencatat laba Rp13 milyar. Pada
tahun 1998 sebagai puncak dari krisis perbankan dan moneter yang melanda
Indonesia, bank ini mengalami kerugian yang cukup besar yakni Rp436
milyar. Pada tahun 1999 bank ini membukukan laba sebesar Rp55 milyar.
Pada tahun 2000 prestasi labanya masih lumayan. Namun tanpa ada
informasi yang lengkap, maka (bagi masyarakat awam) tiba-tiba saja bank
ini ditutup oleh pemerintah. Sepintas bank ini mencatat kinerja yang
lumayan baik. Hal ini juga dapat dilihat dari kategori bank yang
diperoleh oleh Unibank. Masyarakat tidak tahu atau tidak diberitahu
dengan informasi yang cukup tentang kinerja bank. Jika kinerja bank ini
dilihat dari laporan keuangan saja kelihatan cukup baik, tapi kita tidak
tahu seberapa ekonomis, efisien dan efektifnya bank ini bekerja.
Akibatnya cukup jelas, masyarakat kembali dirugikan dengan ditutupnya
bank tersebut.
BUMN
Beberapa
waktu yang lalu banyak media massa yang memberitakan bahwa kinerja
kebanyakan BUMN payah. Dari lima BUMN yang diteliti oleh beberapa
akuntan publik lokal dan asing ditemukan rugi efisiensi sebesar Rp24,5
triliun dan potensi rugi yang jumlahnya mencapai Rp7, 3 triliun dan USD
698 juta. Temuan ini tentu sangat menyesakkan dada karena gambaran
perusahaan-perusahaan publik yang beroperasi sekehendak hatinya tanpa
memperhatikan kelayakan ekonomis, efisiensi dan efektivitas sangat jelas
tergambar. Lima BUMN tersebut adalah PT. PELINDO II, PT. JASA MARGA,
PT. PTPN IV, PT. GARUDA INDONESIA dan PT. TELKOM. Masyarakat benar-benar
dirugikan. Ada dua jenis kerugian yang dirasakan masyarakat, pertama,
yakni masyarakat yang menggunakan jasa perusahaan tersebut karena
masyarakat harus membayar inefisiensi yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan. Kedua, masyarakat luas karena bagaimanapun BUMN tersebut
dibiayai dari uang negara yang notabene itu adalah uang rakyat yang
dipungut dari pajak. Masyarakat juga harus membayar inefisiensi yang
dinikmati oleh sekelompok orang dari perusahaan publik tersebut.
Kebiasaan untuk mengungkapkan kepada publik kinerja perusahaan seperti
ini merupakan awal yang baik karena masyarakat memperoleh informasi lain
selain informasi laporan keuangan. Diharapkan manajemen perusahaan
tidak sekenanya mengelola perusahaan. Namun karena informasi yang
diungkapkan oleh kementerian BUMN tersebut merupakan “proyek” Letter of
Intent dengan IMF, maka kesinambungan penyampaian informasi kinerja
operasional perusahaan ini masih dipertanyakan karena bisa jadi hanya
sekedar memenuhi LoI tersebut. Sebenarnya dari sisi teoritis, kegiatan
ini dinamakan audit kinerja. Jenis audit yang telah dilakukan oleh
Kantor Akuntan Publik yang bekerjasama dengan Kantor Akuntan Publik
Asing tersebut selama ini tidak sepopuler audit laporan keuangan yakni
audit kinerja (performance audit). Audit kinerja ini sepengetahuan
penulis telah dilakukan di Australia dengan adanya Australian Standard
Auditing AUP 33 yang berlaku sejak 1993. Bagaimana audit kinerja itu
sesungguhnya?
KESIMPULAN
Auditing
terhadap kinerja manajemen bertujuan untuk memberikan komentar mengenai
pelaksanaan kewajiban mereka, apakah telah dilakukan secara ekonomis,
efisien dan efektif. Dan kemudian auditor memberikan rekomendasi atas
kinerja manajemen. Rekomendasi ini akan ditindaklanjuti oleh manajemen,
dan hasilnya akan direview kembali serta dilihat apakah telah sesuai
dengan yang telah ditetapkan dan sesuai dengan rekomendasi yang telah
diberikan.
Audit
kinerja lebih dari sekedar audit laporan keuangan tradisional, dalam
beberapa tahun kedepan, kantor akuntan publik selain melakukan audit
laporan keuangan, juga mungkin akan dituntut untuk melakukan review
terhadap kinerja manajemen yang sedang diaudit, pada saat periode audit
entitas tersebut.
Tujuan
dari audit kinerja adalah untuk memberikan rekomendasi agar sumber daya
yang ada pada suatu entitas yang diaudit dapat dikendalikan dan
digunakan dengan lebih baik, dan dapat meningkatkan keefisienan,
keekonomisan, serta dapat meningkatkan kinerja manajemen.
Jika
masyarakat umum dan komunitas bisnis mempertimbangkan dan merasa
membutuhkan sebuah audit untuk mengevaluasi kinerja perusahaan publik
dan swasta dimasa depan, maka audit kinerja sangat diperlukan demikian
pula untuk perusahaan publik di Indonesia, sudah saatnya audit kinerja
dijadikan sebagai suatu keharusan (mandatori), sehingga sumber daya yang
ada dapat terjaga dengan baik dan dialokasikan dengan baik
DAFTAR PUSTAKA
http://www.spkn.bpk.go.id
Boynton, Raymond N, Johnson and Walter G Kell. 2001.Modern Auditing : 7th Edition. New York : John Willey and Sons, Inc.
Effendi, Antonius. 2004. Peranan Audit Operasional dalam Menunjang Efektivitas Penjualan.
Nurbachtiar. 2002. Audit Kinerja : Sebuah Keharusan bagi Perusahaan Publik. UGM : Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik.
http://www.spkn.bpk.go.id
Boynton, Raymond N, Johnson and Walter G Kell. 2001.Modern Auditing : 7th Edition. New York : John Willey and Sons, Inc.
Effendi, Antonius. 2004. Peranan Audit Operasional dalam Menunjang Efektivitas Penjualan.
Nurbachtiar. 2002. Audit Kinerja : Sebuah Keharusan bagi Perusahaan Publik. UGM : Jurnal Akuntansi dan Keuangan Sektor Publik.
0 komentar:
Posting Komentar