KONFERENSI
Tingkat Tinggi (KTT) Asean ke-19 di Bali yang ditutup 19 November 2011
telah sukses diselenggarakan oleh Indonesia. KTT telah menghasilkan
sembilan capaian utama.
Di
antaranya adalah langkah-langkah nyata untuk memperkuat tiga pilar
Komunitas Asean, memperkuat pertumbuhan ekonomi kawasan, berperan
penting dalam pembangunan arsitektur kerja sama kawasan yang lebih
efisien dan efektif, memperkuat peran global Asean, memperkuat ekonomi
Asia Timur, menjawab masalah keamanan pangan, air, dan energi, serta
sekaligus juga perubahan iklim.
Tampak
jelas bahwa Asean selain ingin meningkatkan ataupun memperluas kerja
sama ekonomi regional juga ingin memegang peranan yang lebih besar di
kawasan Asia ataupun global. Apalagi Asia Pacific Economic Cooperation
(APEC) tampaknya akan menuju ke Free Trade Area dan Amerika Serikat
melalui Trans Pacific Partnership (TPP) juga semakin agresif merekrut
anggota, sebagian adalah anggota Asean.
Kesuksesan
Indonesia menjadi ketua Asean tahun ini memang sudah teruji, paling
tidak KTT di Bali yang lalu membuktikannya, sehingga Presiden dan
pemerintah boleh bangga. Bangsa Indonesia secara umum juga mengapresiasi
keberhasilan pemerintah dalam memimpin Asean tahun ini. Meski demikian,
apakah memang kita bisa berbangga diri telah menjadi anggota Asean
ataupun bahkan memimpin Asean tahun ini? Indonesia tampaknya belum dapat
memanfaatkan kerja sama ekonomi Asean dengan baik sampai saat ini.
Indonesia
belum bisa memimpin dalam memajukan kesejahteraan dan kemajuan Asean.
Indonesia bahkan ketinggalan dari tetangganya. Sebagai gambaran saja,
produk domestik bruto (PDB) Indonesia pada 2009 (data terbaru dari
sekretariat Asean) sebesar USD2.363, masih di bawah rata-rata Asean yang
mencapai USD2.532. Kita berada pada urutan kelima di Asean, di mana
yang tertinggi Singapura mencapai USD36.631, Brunei Darussalam
USD24.486, Malaysia USD6.822, dan Thailand USD3.950.
Dilihat
dari kualitas manusianya bahkan lebih buruk lagi karena pada urutan
keenam, menurut data UNDP 2011. Urutan pertama Singapura di peringkat
ke-26, Brunei Darussalam ke-33, Malaysia ke-61, Thailand ke- 103,
Filipina ke-112, baru Indonesia ke-124. Data-data tersebut jelas
menunjukkan bahwa Indonesia “kalah” dalam membangun ekonominya
dibandingkan dengan anggota "lama" Asean lainnya.
Keterbukaan Pasar
Kita
harus mengakui bahwa kita “ketinggalan” di Asean dalam membangun
ekonomi, sehingga kita perlu “belajar” dari tetangga-tetangga kita yang
dulu belajar dari kita, mengapa sekarang menjadi lebih maju dan
sejahtera dari kita. Tampaknya dari berbagai data yang ada dapat dilihat
bahwa secara umum tetangga-tetangga kita itu bisa memanfaatkan
liberalisasi pasar di Asean atau dengan negara lainnya lebih baik dari
kita.
Meskipun
ekonominya kecil dan terbuka, bisa lebih maju dan sejahtera dari kita.
Anggota Asean yang paling dapat memanfaatkan liberalisasi dengan baik
adalah Singapura, Malaysia, dan Thailand, sehingga kemajuan ekonomi dan
kemakmuran negaranya juga tinggi di kawasan Asean. Keberhasilan
negara-negara tersebut memanfaatkan liberalisasi pasarnya dapat dilihat
dari total nilai perdagangan internasional (ekspor plus impor)
dibandingkan PDB-nya yang besar.
Singapura
mencapai lebih dari 200 persen, Malaysia dan Thailand di atas 100
persen,Brunei Darussalam sekitar 90 persen,Filipina sekitar 50 persen
dan Indonesia hanya sekitar 40 persen pada 2009. Jelas dapat dilihat
bahwa negara-negara yang maju dan makmur di Asean secara umum bisa
memanfaatkan liberalisasi pasar dengan baik. Negara seperti Singapura
yang kecil ternyata mampu mendapatkan surplus dari perdagangan intra
Asean sebesar lebih dari USD20 miliar, Malaysia surplus sekitar USD8
miliar, dan Thailand surplus sekitar USD5 miliar pada tahun 2009.
Sementara
Indonesia defisit sekitar USD3 miliar pada periode yang sama.
Kepiawaian tetangga kita memanfaatkan pasar luar negeri juga dapat
dilihat dari besarnya turis yang masuk ke negerinya.Malaysia dengan
iklan Malaysia Truly Asia telah dapat menyedot 24 juta turis pada 2010,
di mana 19 juta adalah turis Asean dan lima juga turis di luar Asean.
Demikian juga Thailand dapat menarik 15 juta turis pada tahun yang sama,
dengan komposisi Asean empat juta dan non-Asean11 juta, Singapura dapat
menarik 11 juta turis dengan 5 juta dari Asean dan enam juta dari luar
Asean.
Sementara
Indonesia pada periode yang sama hanya dapat menarik tujuh juta turis,
di mana hanya ada dua juta turis Asean dan lima juta yang berasal dari
luar Asean. Jelas bahwa Indonesia yang lebih luas dan lebih kaya
keindahan alam dan budaya yang dapat dijual,bahkan komodo juga menjadi
salah satu keajaiban dunia, dan ada Pulau Bali yang sangat terkenal
tidak bisa memanfaatkan pasar Asean. Meskipun dari sisi menarik foreign
direct investment (FDI) di Asean Indonesia lumayan, termasuk menarik
bagi FDI, karena banyaknya sumber daya alam dan pasar besar Indonesia.
Indonesia
belum bisa memanfaatkan pasar Asean dengan baik selama ini.Padahal
Masyarakat Ekonomi Asean atau Asean Economic Community (AEC) yang akan
mengintegrasikan ekonomi Asean dimulai 2015 sudah di depan mata. Padahal
Asean akan menjadi satu kawasan ekonomi, sehingga barang, jasa,
investasi, tenaga kerja yang memiliki keterampilan, dan kapital bisa
bebas bergerak di Asean.
Dengan
demikian, persaingan akan semakin ketat. Padahal selain kualitas
manusia yang tidak kompetitif di Asean, daya saing Indonesia dilihat
dari Ease of Doing Business 21011 juga kalah dari Singapura, Malaysia,
Thailand, Brunei,dan bahkan Vietnam. Karena itu,posisi Indonesia
mengkhawatirkan dalam menghadapi AEC.
Pemerintah
perlu melakukan persiapan khusus agar kita tidak menjadi “korban” dari
AEC. Supaya kita yang pada 2012 sukses memimpin Asean juga sukses
“memimpin”dalam membawa kemajuan dan kesejahteraan Asean pada masa
mendatang, bukan hanya menjadi “pengikut” atau bahkan “penonton” dari
pesta AEC.
DR SRI ADININGSIH
Ekonom Senior
Universitas Gadjah Mada UGM
(Koran SI/Koran SI/wdi
0 komentar:
Posting Komentar